Cerita Anak


Balas Budi Burung Elang
Oleh: Wendi Ichsan

Di sebuah pedesaan terpencil, bernama Desa Kuntasawi. Disana hiduplah seorang anak yang bernama Pan. Pan tinggal bersama kedua orang tuanya. Pan merupakan anak semata wayang dari kedua orang tuanya. Ayahnya bekerja sebagai petani, sedangkan Ibunya adalah seorang buruh cuci. Meskipun terlahir dari keluarga miskin, Pan tetap ceria seperti anak-anak lain di desanya.
Pada suatu ketika, Pan bertengkar dengan teman-temannya. Pan dituduh oleh seorang temannya mencuri sandal jepit miliknya. Padahal, ia tak melakukannya sama sekali. Sejak peristiwa itu, Pan dibenci oleh teman-temannya karena dituduh mencuri sandal jepit. Akhirnya, Pan menjadi kesepian dan tak pernah lagi bermain bersama anak-anak lain di kampungnya.
Hari demi hari dilalui Pan sendirian. Kini ia tak lagi memiliki seorangpun teman. Untuk menghilangkan kesepiannya, Pan mencoba bermain ke hutan. Mungkin saja ada yang dapat ia lakukan di dalam hutan. Namun, tetap saja ia merasa kesepian. Hingga pada suatu tempat di dalam hutan, ia menemukan seekor elang raksasa yang sedang menggali tanah di dalam gua.
Melihat elang itu, Pan dengan heran memergokinya dari kejauhan dan bersembunyi dibalik akar pohon besar. Namun, sang elang mengetahui keberadaan Pan yang telah mengusiknya. Si elang tampaknya marah karena kehadiran Pan yang diketahuinya di balik akar pohon besar. Ketika itu, Pan sangat ketakutan karena berpikiran elang itu akan memakannya. Ia memutuskan untuk berlari sekencang-kencangnya.
Sang elang yang terkejut pun mengejar Pan. Akhirnya, Pan berhasil ditangkap oleh sang elang. Tapi untunglah, elang itu tak sedikitpun menyentuh tubuh Pan. Bahkan elang itu membawa Pan kesangkarnya. Dan elang raksasa tersebut berbicara pada Pan, sehingga membuat Pan terkejut.
“Hei, anak muda!” tutur sang elang.
“Bisakah engkau tolong Aku” sambung elang itu lagi.
“Apa yang harus ku tolong wahai tuan elang?” Pan menjawab dengan suaranya yang serak, seperti ketakutan.
“Tolong kau ambilkan telur-telurku yang terselip di dalam goa itu!” pinta sang elang.
Demi permintaan elang tersebut, Pan bersedia mengambilkan telur-telur elang itu yang terselip di dalam goa. Elang sangat berterima kasih pada Pan. Sejak saat itu, Pan mendapatkan teman baik, yaitu Elang. Elang pun berjanji akan selalu menjaga dan melindungi Pan beserta anak cucunya. Dan jika Pan membutuhkan bantuan elang, ia cukup berteriak memanggil nama burung elang tersebut.
Tak lama setelah itu, burung elang beranjak menuju pegunungan untuk menaruh telur-telurnya. Sedangkan Pan, kembali kerumahnya. Mungkin ia telah bosan kelamaan bermain di tengah hutan. Pan bermaksud membantu ayahnya yang sedang menggarap sawah. Ia tak tega pula melihat ayahnya membanting tulang sendirian demi menghidupinya.
Kini pekerjaan ayah Pan telah selesai, malampun berangsur larut. Hingga pagi datang, Pan menyambutnya dengan bahagia. Dengan senang hati Pan ingin mencoba berdagang, mencoba meringankan beban ayahnya. Namun, ayahnya tak rela jika Pan harus bekerja keras membantu kehidupan keluarga.
Meskipun begitu, Pan tetap melaksanakan niatnya untuk berdagang. Ia tak mau mengurungkan niat baiknya tersebut. Sebab, ia telah berjanji dalam hati untuk membahagiakan orang tuanya. Dan hari itu merupakan hari pertama Pan berjualan. Pada hari pertama, Pan merasa jualannya sangat jarang pembeli. Begitu seterusnya hingga melewati bulan kedua.
Merasa dagangannya tidak membuahkan hasil, akhirnya Pan putus asa. Pada saat itulah sang elang datang tanpa Pan harus memanggilnya. Elang tersebut memberikan beberapa bulunya yang terdiri dari emas untuk Pan. Hingga akhirnya, Pan menjual bulu-bulu tersebut hingga terkumpullah uang untuk membeli barang-barang yang akan dijual oleh Pan.
Hari demi hari dilalui Pan, dagangannya semakin laku saja. Sehingga ia bisa memberikan uang lebih kepada kedua orang tuanya untuk hidup layak. Namun, ketika keuangan Pan sedang diatas puncak dan telah kaya raya, ia dimusuhi seseorang. Ia dibenci oleh seseorang yang sama-sama berdagang dengannya. Orang itu bernama Maran. Maran merasa tersaingi dan terkalahkan dalam berdagang oleh Pan.
Maka dari itu, Maran berniat untuk membakar toko milik Pan pada malam hari. Tapi untunglah, ada seseorang yang memberitahu Pan bahwa tokonya ingin dibakar oleh Maran. Dengan sigap, Pan pergi secepatnya ke toko miliknya malam itu. Setibanya disananya, ia melihat Maran tengah membakar toko miliknya. Hingga api menjalar ke atas dengan hebatnya.
Baru saja toko Pan di lalap api, Pan berteriak sekuat-kuatnya dan memanggil burung elang sahabatnya. Secepat kilat, elang datang dan mengepakkan sayapnya. Api yang melalap toko Pan berarak menuju toko milik Maran dan akhirnya membakar semuanya. Sedangkan api yang menjalar di toko Pan tadinya, telah padam.
Sejak peristiwa itu, Maran tak lagi mau berbuat jahat kepada orang lain. Ia menyesal atas tindakkannya. Sedangkan Pan sangat berterima kasih pada burung elang yang sudah dianggapnya sahabat. Dalam hidupnya, Pan telah menyadari bahwa melakukan sesuatu hal yang baik bagi siapapun, akan mendatangkan kebaikan yang berlipat ganda baginya.
Penulis, bergiat di Komunitas Ladangbaru Padang